giantpethouse.blogspot.com { GIANT PET HOUSE Adalah Pet Shop Yang Merupakan “Distributor dan Menjual Makanan / Pakan , Suplemen & Vitamin Hewan ( Pet Food Distributor )” yang terpercaya dan terletak di kota duri,Prov.Riau – Indonesia ("kepuasan pelanggan adalah tujuan kami")

Home

Selasa, 05 Mei 2015

Psikologi Behaviour Anjing

Kalau kita berbicara mengenai psikologi anjing yang menyimpang, mungkin beberapa orang langsung beranggapan ini berkaitan dengan cara melatih anjing. Namun sejauh yang pernah saya pelajari, bahwa perilaku pada anjing agak berbeda dari pola anjing yang terlatih, dimana setidaknya psikologi anjing tidak bisa berubah secara dramatis melalui pelatihan reguler, yang hanya andil 25% dari perilaku mereka. Maka dalam hal ini, saya akan coba membahas secara perlahan dan hati-hati, supaya tidak terjadi kesalahan kedepannya.

Ketika saya berada di forum pemilik anjing, kadang saya suka tidak habis pikir saat orang saling berdebat mengenai perilaku anjing. Mereka kadang saling menyalahkan cara seseorang melatih anjing dengan mengatakan “bukan begitu caranya...”, “harusnya begini...” dan seterusnya. Mereka berbicara seolah mudah sekali menangani perilaku anjing yang menyimpang melalui cara melatih praktis.

Dulu ketika saya kecil, saya selalu membayangkan, bagaimana seorang manusia bisa memerintah anjing untuk melacak, tentunya sangat ajaib bagi saya yang masih berumur 7 tahun itu dan saya selalu menghayal jika anjing-anjing saya bisa di suruh melacak barang, mungkin tiap hari setelah pulang sekolah saya punya kegiatan yang menyenangkan, dan tidak pernah merasa bosan tinggal di tengah kompleks pemukiman Pertamina Rawa Mangun yang selalu sepi pada masa orde baru. Namun angan-angan di masa kecil itu tidak pernah terjadi saat saya mulai SMA, di mana setiap pelatih yang saya jumpai cenderung merahasiakan teknik, bahkan untuk teknik dasar sekalipun. Mereka mudah sekali menyalahi saya ketika saya melakukan perintah, seperti mememberitahu saya hal salah, lalu menunggu saya berbuat keliru, sampai pada akhirnya saya selalu merasa apapun yang saya lakukan pada anjing saya; baik itu yang sudah dan yang akan, semuanya adalah keliru besar. Saat inipun juga masih banyak saya temui komentar-komentar serupa, baik itu di lingkungan yang (konon) pecinta anjing. Namun saat ini tentunya saya yakin sekali kalau sebenarnya mereka sama sekali tidak paham apa yang mereka bicarakan, mereka hanya ingin seolah terlihat ahli di mata masyarakat, bahwa menangani perilaku anjing tidak bisa di lakukan secara instan, seperti yang mereka lihat di acara Dog Wishperer, lalu menganggap diri mereka sudah cakap dalam merubah perilaku anjing. Jelas negara Indonesia memiliki kultur yang berbeda dengan Amerika Serikat dan Eropa. Di Indonesia, tidak semua orang bisa menerima anjing, bukan hanya mereka tidak suka, namun juga anti. Itulah yang membuat tingkat stress anjing di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara maju. Hingga akhirnya sekitar 12 tahun yang lalu, saya berhasil menemukan teknik lacak yang saya kembangkan sendiri tanpa sedikitpun petunjuk dari senior dengan menggunakan selang air. Sampai sekarang-pun saya masih mencari jawaban kesana kemari jika menemukan kendala pada anjing. Bukan karena saya berprofesi menjadi pelatih anjing, namun semua untuk kepuasan batin saya pribadi. Saya hanya seorang petani.

Anjing & Permasalahan Lingkungannya
Saya menyenangi hewan ini, walau saya mengawali semua pengetahuan tentang anjing dari nol besar, karena ketika timbul keinginan untuk mendalami tentang anjing, karena saya terpisah jarak dengan kakek saya yang sudah bermain anjing show sejak tahun 1960-an di Surabaya. Namun hal tersebut tidak membuat saya berhenti mencari tahu, walau memerlukan waktu beberapa dekade, dan berpuluh kali perubahan teknik yang salah.
Saya membagi 4 tipe perlakuan anjing yang biasa di lakukan oleh masyarakat Indonesia yang merupakan hasil yang saya konversi dari 3 cara yang ada di internasional, antara lain:
  1. Tipe semu. Adalah cara dimana orang yang merasa punya ikatan batin dengan anjing, dan selalu beranggapan anjingnya memahami maksud yang tersirat dari pemikiran majikan, demikian pula sebaliknya. Sering kali kita dengar ketika pemilik anjing membanggakan anjingnya yang manusiawi . Anjing seperti ini biasanya dianggap pintar kalau sesuai dengan standar norma si pemilik.
  2. Tipe pasif. Cara ini adalah cara dimana pemilik merasa anjingnya sudah pintar walau anjing tersebut diliarkan di lingkungan rumah.
  3. Tipe konfrontatif. Adalah cara di mana pemilik menggunakan paksaan untuk mengendalikan anjingnya.
  4. Tipe progresif. Adalah cara dimana pemilik memenuhi kebutuhan anjing terlebih dahulu, baru meminta anjing untuk menurut pada keinginan majikan.
Sekarang saya akan membahas satu per satu point di atas.

Tipe Semu. Adalah cara yang menurut saya lahir atas ketidak tahuan pemilik anjing, dan umumnya berasal dari kalangan pecinta anjing ektrim yang menganggap anjing adalah milik mereka secara jiwa. Mereka mengganggap anjing sudah secara naluri tahu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh di masyarakat, kecenderungan anjing seperti ini adalah ruang gerak yang terbatasi. Seperti pada contoh yang pernah saya temui, anjing yang marah ketika pemilik memegang anjing lain atau anak kecil, seperti seolah anjing itu cemburu dan menggigit anjing malang tersebut. Pemilik mengganggap hal itu lucu da manusiawi. Ya memang kalau hal tersebut terjadi pada anak mereka akan menjadi lucu. Namun anjing memiliki struktur hirarki yang jelas, they can love you but can not respect you kalau kita tidak bisa mengendalikan mereka.

Di dalam pikiran mereka kecemburuan itu lebih berarti “ini adalah manusia milik saya, dan mereka harus di tangan saya, sekali kamu memegangnya, kita bertarung sampai mati” dimana hal itu jelas tidak akan pernah terjadi antara anak manusia. Keadaan serupa juga pernah terjadi pada teman saya ketika memegang seekor anjing rottweiler betina yang didekatnya ada seekor anjing rottweiler jantan. Rasa kepemilikan rottweiler jantan tersebut timbul dan menggigit teman saya, walau awalnya teman saya masuk ke dalam kandang tersebut tidak menerima ancaman apapun sampai pada kejadian tersebut. Konteks ini adalah konteks yang serupa dengan anjing cemburu tadi, hanya bedanya pada kasus pertama gigitan di alami oleh sesama anjing, dan yang kedua dialami oleh teman saya. Jelas lah kalau kita tidak akan bisa mengganggap hal ini lucu lagi.

Anjing tidak mengerti bahasa manusia, anjing hanya mengikuti tekanan irama pada setiap perintah yang dia rasa tahu, sama halnya seperti suara gonggongan anjing yang terdiri dari 5-6 irama yang berbeda dan kurang lebih 4 cara mengerang. Perbedaan itu menandakan jenis gonggongan yang bisa di mengerti anjing lain, seperti contohnya suara mengerang anjing yang menderita berbeda dengan suara mengerang anjing yang mengancam ketika didekati saat menggigiti tulang. Saya sering melihat pemilik yang memarahi anjingnya dengan meneriakan namanya, hal ini secara manusiawi biasa terjadi ketika seorang ibu memarahi anaknya yang lari saat di suruh mandi atau belajar, namun tidak berakibat positif jika ini dilakukan pada anjing. Memang benar bawah semenjak usia 26 hari, anjing sudah mulai mendekati manusia, bahkan anjing liar sekalipun, dan berusaha mengerti ucapan manusia, namun sekali lagi saya katakan kalau anjing tidak mengerti bahasa manusia seperti halnya interaksi normal, memarahi anjing dengan menyebutkan namanya, maka anjing akan menganggap nama dia adalah suatu teguran / berarti hal yang buruk. Dengan memanusiawikan anjing, maka sama halnya kita mematikan anjing kita.

Tipe Pasif. Mungkin menurut saya ini adalah cara paling naif, karena sebenarnya cara ini lebih kepada cara tidak menyusahkan majikan, dalam arti si anjing tidak pernah mencari perhatian dari si majikan dan cenderung mencari hiburan di luar rumah, sehingga pemilik terhidar dari kegiatan mejengkelkan si anjing, antara lain melihat kenakalan anjing jika anjing itu ada di rumah. Maka dari itu si pemilik merasa anjingnya pintar secara alami. Semisal si anjing akan pulang pada saat waktunya makan, atau tidur  seolah anjingnya paham maksud majikannya.

Anjing adalah binatang yang hidup secara berkelompok. Mereka memerlukan peraturan kelompok yang jelas jika mereka sudah merasa bagian dari anggota. Dasar melatih anjing adalah provide / menyediakan apa yang mereka perlukan sebelum kita memberikan peraturan dan perintah (pada point 4), maka dalam point ke 2 ini hampir berkaitan dengan point pertama, hanya yang membedakan, si anjing sudah mendapatkan apa yang mereka butuhkan, seperti makan, minum, waktu bermain dan tempat berlindung, lalu mereka kini menunggu peraturan. Agak berbeda dengan point pertama dimana anjing kurang mendapatkan salah satu apa yang menjadi dasar kebutuhan mereka.

Pemilik semacam ini selalu berkata “anjing saya tahu kok apa-apa aja yang gak boleh” (tanpa di latih). Saya cukup bereaksi “oh...” sambil mengasihani pemilik anjing tersebut. Diluar semua prasangka yang keliru itu, sudah pasti kalau pemilik anjing itu tidak akan pernah menyayangi anjingnya jika anjingnya tidak menghiraukan “apa-apa yang gak boleh” itu.

Apa jadinya jika anjing ini terlepas dan melihat anjing lain / orang asing yang melintas di jalan? Jelas akan terjadi penyerangan. Ketika anjing semakin dewasa, maka sifat teretorial anjing akan muncul secara naluri untuk menjaga tempat tinggal mereka, sekali hal ini terjadi maka anjing akan mengulanginya lagi selamanya. Apakah kalau sudah begitu, si anjing masih bisa di sebut pintar?

Tipe Konfrontatif. Tipe ini adalah tipe yang harus mendapatkan perhatian secara intensif dan khusus karena di praktekan hampir 80% oleh pemilik bahkan pelatih anjing profesional dan merupakan cara dominasi. Kita sering melihat anjing mengalami tekanan fisik hanya untuk memenuhi keinginan majikannya, hingga anjing tersebut menjadi nurut  pada keinginan dan kebiasaan majikan, lalu majikan menganggap anjing tersebut pintar. Tipe ini yang akhirnya banyak menghasilkan anjing yang sulit di kendalikan dan berakhir di rumah penampungan hewan. Merupakan tipe yang paling banyak jadi permasalahan di Amerika dan Eropa serta tentunya Indonesia.

Anjing akan mendekati hal yang menurut mereka aman, dan menjauhi yang yang menurut mereka berbahaya. Tipe ini jelas akan membuat suatu perintah dan peraturan baik dan buruk menjadi sangat absurd. Betapapun baiknya perintah yang di berikan, maka anjing akan menganggap hal tersebut adalah hukuman. Biasanya hal ini dilakukan oleh orang yang tidak mengerti cara melatih anjing (separuh-separuh), orang yang ingin mendominasi anjingnya, orang yang ingin secara instant mendapatkan hasil (time is money), orang yang tidak sabar, orang gila.

Umunya anjing yang mendapatkan perlakuan ini berkisar antara usia 4 bulan -1 tahun, dimana anjing sedang dalam kondisi psikis yang nakal dan sulit di atur. Dalam beberapa kasus hal ini juga terjadi pada anjing di atas usia 1 tahun namun dalam keadaan yang “misbehaviour” atau lebih tepatnya agnostic behaviour, yang juga dialami oleh anjing yang mendapatkan perlakuan agresif pemilik / pelatih di masa kecilnya. Agnostic behaviour ini merupakan sikap anjing yang dihasilkan dari adaptasi lingkungan yang melibatkan konflik fisik. Sikap yang di tunjukan pun bisa beragam, antara lain; sikap menghindar / melarikan diri, sikap diam dan mengancam (defensive), sikap dominasi dengan anjing lain, subordinasi.

Metode konfrontatif selalu melibatkan rasa sakit, takut dan intimidasi pada proses melatihnya, meningkatkan kemungkinan pemilik akan digigit oleh anjing mereka sendiri, merusak hubungan antara pemilik dengan anjingnya, dan mengurangi keinginan dan kemampuan anjing untuk mematuhi perintah. Oleh karenanya cara ini sebaiknya di jauhi selamanya.

Tipe Progresif. Cara ini adalah cara dimana majikan / pelatih di tuntut untuk memiliki teknik dan kesabaran, karena cara ini adalah cara dimana pemilik tidak akan mendapatkan anjing pintar dengan cara instant. Dengan mengedepankan 2F (Food and Fun) bukan dominasi untuk mendidik anjingnya sehingga anjing tidak mendapatkan trauma selama proses pelatihan.

Tipe ini juga yang membedakan antara penanganan pada anak anjing yang sulit diatur atau yang sudah terlanjur menyimpang / buas. Penyebab dan tipe perilaku anjing itu antara lain:
  • Agnostic behaviour. Adalah perilaku yang terjadi antara antara dua individual yang tidak sepaham.
  • Anjing Agresif. Tindakan fisik anjing akibat kurangnya perasaan bebas, atau kesehatan yang kurang secara genetis
  • Intraspesifik. Permasalah buruk yang timbul dalam suatu spesies, atau yang melibatkan anggota lain dari suatu spesies.
  • Dyad. Dua individu yang memiliki hubungan sosial yang signifikan (point nomor 2)
  • Fenotip. Anjing yang memiliki karakter secara individu yang dihasilkan dari interaksi genotip dengan lingkungan. Yaitu sifat-sifat seperti morfologi, tumbuh kembang fisik dan jiwa anjing, sifat fisiologis, perilaku dan praksis-praksisnya (point nomor 3).
  • Phylogenetik. perkembangan evolusi dan diversifikasi spesies atau kelompok organisme atau fitur tertentu dari suatu organisme (dalam hal ini anjing).
Contoh agnostic behaviour. No respondContoh agnostic behaviour. No respond

Pentingnya Koreksi
Mengoreksi anjing ketika berbuat salah merupakan hal mutlak yang harus di lakukan jika kita ingin mendapatkan anjing yang terlatih. Lakukan koreksi sesegera mungkin setelah anjing berbuat hal yang di larang. Seperti halnya anjing yang suka menantang anjing lain. Memang sayang sekali kalau hal tersebut harus dilakukan setelah anjing melakukan kontak fisik dengan anjing lain jika ingin mendapatkan hasil yang tepat, walau masih ada beberapa cara yang bisa di tempuh daripada menunggu anjing tarik otot dengan anjing lain untuk menghindari kerugian. Antara lain dengan figur kepemimpinan pemilik / handler yang menggunakan anjing lain sebagai objek.

Anjing tidak akan percaya pada kita jika anjing lain tidak dapat di kendalikan, sama halnya jika menangani anjing yang galak yang berada di tempat ramai atau anjing yang bertindak semaunya sendiri, di mana fokus anjing pada orang yang di percayainya, akan membuahkan hasil terbaik. Dalam pola pikir anjing yang tidak mau mematuhi atau fokus pada handler adalah, mereka merasa apa yang dimiliki handler tidaklah sepadan dengan apa yang mereka lihat di sekitar handler. Semisal anjing lebih tertarik pada barang bergerak di sebeberang jalan ketika dalam posisi duduk atau berdiri di samping handler, dan cenderung tetap fokus kepada benda asing tersebut serta ingin mengejar walau handler sudah melarangnya. Kasus tersebut merupakan kasus yang bisa di atasi dengan pengalihan perhatian seperti treat atau makanan, jika anjing masih saja tidak menghiraukan treat yang di berikan, maka pengalih perhatian bisa berupa merubah arah pandang anjing ke tempat non objek. Kebiasaan ini akan membuat anjing selalu melihat kearah handler jika ada hal menarik di sekitar handler, seperti menanyakan “apa ada benda yang lebih menarik yang bisa kamu tawarkan daripada apa yang saya lihat di seberang sana? Kalau tidak, saya akan kejar benda itu”. Memang terdengar demanding namun anjing akan fokus kepada handler dalam kondisi yang membingunkan psikologinya dan mudah di kendalikan. Itulah sebabnya saya melarang dengan keras tipe konfrontatif, karena akan membuat anjing serba ketakutan ketika melihat benda asing di luar ruangan, karena ketika anjing melihat benda yang menggelitik adrenalinnya, dia akan merasa pukulan dan tendangan selalu menyertai benda-benda tersebut. Hasil yang didapat adalah anjing yang serba ketakutan ketika berada di lingkungan sosial. Bisa di bayangkan, berapa juta benda yang bisa menarik perhatian anjing di luar rumah, dan berapa juta ketakutan yang di dapat anjing ketika bersama handler saat berada di luar rumah.



Anjing Yang Agresif dan Galak
Sebenarnya istilah agresif adalah istilah yang tidak begitu tepat untuk mengambarkan perilaku anjing yang meyimpang. Hanya dengan mengigit, orang langsung menganggap anjing tersebut galak. Ya karena segala yang ada pada anjing selalu di kaitkan dengan istilah yang lebih praktis untuk manusia. Oleh karenanya di perlukan pengetahuan sebelum vonis itu dijatuhkan, apa alasan mereka menjadi agresif, apakah:
  1. Agresif secara teretorial
  2. Agresif karena dominasi
  3. Agresif akibat masuk ke fase dewasa (hormon)
  4. Agresif karena takut
  5. Agresif karena memang buas
  6. Agresif yang bersifat balas dendam
  7. Agresif yang posesif.
Agresif Secara Teretorial. Adalah sifat galak yang paling umum di miliki anjing di Indonesia. Penyebab utamanya adalah rasa jenuh yang di miliki anjing, biasanya terjadi pada anjing yang jarang keluar rumah untuk bermain, atau berolahraga. Pada dasarnya semua anjing pasti akan mengonggong jika ada orang asing, namun jika sampai menggigit, maka itu semua tergantung kebutuhan pemilik dalam melatih anjing mereka. Jika anjing mereka tidak terlatih untuk anjing penjaga, maka kecil sekali kemungkinan anjing akan menggigit walau menggonggong. Saya sering sekali menegur pemilik anjing ketika mereka mengundang saya untuk berkunjung kerumahnya untuk melihat anjing mereka. Mereka bilang anjing mereka bermasalah, dan selalu menyalak ketika ada orang yang melintas di depan pagar, dengan mengatakan dulu anjingnya tidak seperti itu. Saya lihat dari anjingnya adalah tipikal anjing yang tidak pernah terlatih untuk penyerangan, maka saya menjawab bahwa yang bermasalah bukanlah anjingnya, namun anda sebagai pemilik.

Mau sebesar apapun halaman yang dimiliki pemilik, tetap anjing akan merasa mereka terkunci dalam tanah yang terbatas. Sehingga saya hampir menyamakan tingkat depresi antara anjing yang berada di halaman seluas 30 meter persegi dengan kandang seluas 3 meter persegi. Oleh karenanya seluas apapun kandang pemilik anjing, dan sekecil apapun trah anjing yang di miliki, ajaklah anjing untuk keluar rumah.

Agresif  Karena Dominasi. Anjing adalah hewan yang hidup secara berkelompok. 99% anjing yang mengalami agresif secara dominasi adalah anjing yang berasal dari kurangnya struktur hirarki yang di bangun pemilik dengan anjingnya. Biasanya terjadi pada pemilik yang memelihara lebih dari 1 anjing.

Seekor anjing tidak akan pernah mengajukan dirinya menjadi pemimpin bagi anjing lain, bahkan bagi manusia sebagai pemiliknya. Hal ini akan terjadi jika anjing merasa kurangnya harmoni struktur hirarki yang di bangun antara pemilik dan anjing-anjingnya. Setiap anjing akan menerima pada suatu peraturan kelompok, karena setiap kelompok membutuhkan peraturan. Itu sangat jelas terjadi pada hewan manapun bahkan serangga sekalipun. Jika hal ini tidak mereka dapatkan dari sang pemilik anjing yang sudah memberi makan, tempat berlindung dan kasih sayang, maka anjing akan membuat peraturan sendiri melalui cara yang dilakukan oleh hewan karnivora, berikut mengganggap manusia sebagai anggota dari kelompok.

Agresif Akibat Masuk ke Fase Dewasa (Hormon). Di alam liar kita bisa melihat seekor induk anjing yang mengawasi anak-anaknya bermain. Induk anjing kadang akan menggigit lebih keras pada anak yang sekiranya akan menjadi lebih dominan pada waktu dewasa ketika bercanda agak keras dengan saudaranya, dan lebih lembut ketika menangani anak yang lebih mudah takluk di banding saudara-saudara lainnya. Hal tersebut guna menghindari adanya keturunan anjing yang lebih kuat pada lingkungan sosial anjing pada nantinya, dimana tentunya sebelum anak-anak itu beranjak dewasa, sudah ada pemimpin kelompok yang mengawasi anggotanya. Namun manusia tidak memiliki morfologi yang sama dengan yang di miliki induk anjing.

Di banyak kasus, anjing akan menjadi lebih tidak terkendali ketika memasuki masa-masa dewasa yang siap untuk kopulasi. Ini adalah persaingan yang wajar diantara sesama anjing, kadang mereka akan berkelahi sampai mati untuk mendapatkan betina. Untuk itu penanganan anjing dalam fase ini harus ektra hati-hati, karena ini adalah masa di mana anjing tidak mengenal dirinya sendiri. Umumnya hal ini terjadi pada pemilik yang melihara lebih dari 1 jantan atau lebih dari 1 betina. Anjing jantan hanya berkelahi dengan anjing jantan, dan anjing betina hanya akan berkelahi dengan anjing betina. Di luar itu, biasanya anjing jantan akan menyerang manusia jika anjing merasa manusia merupakan kompetitor untuk dirinya mendapatkan betina. Oleh karenanya sistem pack leader seperti apa yang sudah di jelaskan pada agresif karena dominasi, sebaiknya di lakukan secepat mungkin.

Agresif  Karena Takut. Contoh yang bisa saya berikan adalah ketika saya mengunjungi TMP di kota Malang yang biasa menjual anakan anjing secara liar tahun 2001. Jelas sekali kalau anjing yang di jual di sana bukanlah berasal dari anjing yang terawat dengan baik, dan hanya asal-asalan saja dalam menyebut jenisnya. Saya waktu itu bertanya, apa mereka juga pernah menjual anjing ras? Lalu mereka menunjukan seekor anak anjing hasil silangan dengan gembala jerman yang sedang tidur terikat di balik semak-semak. Ketika saya mendekati anjing tersebut, anak anjing itu segera menarik kakinya dan menekuk tubuhnya guna menjauh dari tangan saya. Saya menghentikan gerakan saya, karena pasti anjing tersebut akan bereaksi secara agnostik dan bertanya kepada penjualnya, kenapa anjingnya begitu takut dengan manusia, dan jawaban mereka “Bagus gitu to mas, kan nanti langsung gigit, cocok untuk anjing penjaga”.

Dalam kondisi agresif karena takut, anjing melakukan penyerangan karena pernah mengalami siksaan mental dan tubuh yang bertubi-tubi, demi menyudahi perilaku tersebut atas dirinya. Anjing seperti itu akan memilih melarikan diri dalam kondisi yang berbahaya daripada menjaga.

Sampai sekarang setiap mengingat itu, saya sangat menyesal kenapa tidak membeli anak anjing malang itu, bahkan semua anak-anak anjing yang di tempatkan pada kandang sempit itu.

Agresif Karena Memang Buas. Anjing yang agnostik seperti ini biasanya berasal dari anjing yang pernah mengalami pelatihan penjagaan tingkat tinggi, sehingga cenderung tidak pandang bulu dalam menghadapi lawan mereka dan hanya patuh pada 1 orang (one men dog). Seperti contoh anjing penjaga lapas, anjing dalmas untuk keperluan huru hara

Memang belum ada cara yang paten dan mungkin saja tidak pernah ada cara yang pasti untuk menangani anjing seperti ini. Dalam pikiran anjing ini hanya ada 1 hal, yaitu menjatuhkan lawan dan membuat tidak berkutik secepat mungkin, agar bisa menjatuhkan lawan lainnya. Itulah yang menjadi misi hidupnya. Diperlukan teknik khusus dan kesabaran untuk mendekati anjing seperti ini. Namun lebih bijaksana jika kita menghindari anjing yang agresif karena buas.

Saya ketika tergigit anjing eks pejaga LapasSaya ketika tergigit anjing eks pejaga Lapas

Agresif Karena Balas Dendam. Anjing tidak akan pernah melupakan kejadian apapun yang bagi mereka hitam. Dalam sebuah cerita, seekor anjing gembala jerman selalu di goda dengan sepotong kayu dan batu kerikil oleh anak-anak SD sepulang sekolah. Kejadian itu selalu terjadi berulang-ulang hingga timbul kejengkelan pada AGJ tadi. Dalam setiap kesempatan, AGJ tadi sudah tahu bahwa sekelompok anak-anak itu akan datang melewati rumah walau masih berjarak sekitar 10m dari tempatnya, dan langsung menyalak mengancam. Hingga pada akhirnya, AGJ tadi berhasil melompati pagar, dan mengejar anak-anak tadi sampai ketengah jalan, dan akhirnya 2 di antara mereka tertabrak mobil.

Ketika suatu kejadian yang bersifat hitam itu berasal dari handler, atau orang terdekat anjing, maka produk yang di hasilkan fenotip behaviour akan menghasilkan anjing yang pasif dan terdominasi di lingkungannya. Namun jika faktor hitam itu berasal dari lingkungan di luar kelompok, maka anjing akan menganggap hal itu musuh. Dalam hal ini, AGJ tadi merupakan anjing show yang sama sekali jinak, namun ketika dia harus menjadi galak demi melindungi dirinya, maka dia akan memilih objek yang dianggap selama ini berpotensi untuk mengganggunya.

Agresif Yang Posesif. Pada awalnya ketika kita mengetahui anjing yang pencemburu terhadap pemilik atau anjing lain, mungkin akan terlihat lucu dan menyentuh. Namun sebenarnya hal ini tidaklah sehat.

Apa yang manusia pikirkan dan apa yang anjing pikirkan sangat berbeda jauh dan bertolak belakang, seekor anjing tidak akan pernah marah jika kita keliru menyebut namanya dengan anjing lain, jika sudah begitu, bagaimana kita mendeskripsikan kecemburuan mereka? Mungkin tidak akan berbahaya jika itu terjadi pada anjing kecil seukuran chihuahua, dimana gigitannya tidak akan membuat manusia cidera parah, namun apa jadinya jika itu adalah seekor anjing pitbull atau rottweiler? Walaupun gigitannya bersifat peringatan, namun anjing jenis rottweler memiliki rata-rata kapasitas gigitan 100kg.

Seekor anjing yang memiliki sifat posesif sebenarnya tidaklah sama dengan perasaan cemburu pada sesama manusia. Di alam berpikir mereka, karakter kepemilikan mereka tumbuh begitu pesat dan manusia hanya di tempatkan sebagai benda. Sama seperti seekor anjing yang berusaha melindungi tulang / mainan dari individu lain.Agresif Sesama Anjing Dalam RumahJika kita melihat karakteristik keseluruhan anjing yang umum terjadi pada permasalahan ini, agresif antara anjing di dalam rumah biasanya terjadi pada anjing yang dipelihara secara biasa dalam rumah tangga. Total kemungkinan terjadinya adalah 70%. Sementara 74 % terjadi ketika anjing yang lebih muda menantang anjing yang lebih tua. Kejadian ini jelas akan mengejutkan pemilik, dan 39 % dari mereka mengatakan kalau selama ini kejadian tersebut biasa-biasa saja. Fakta ini dapat diketahui melalui riset yang sudah dilakukan, bahwa permasalahan ini 50 % disebabkan karena adanya masalah kesehatan seperti depresi, sementara 10 % membutuhkan perhatian medis. Perkelahian antara anjing ini bisa berhenti dengan memisahkan anjing secara langsung sebanyak 54 %, sementara hanya 10 % saja yang bisa terpisah dengan perintah obedience.Penyebab terjadinya pertengkaran ini adalah yang paling menarik. Dimana pertengkaran antara anjing yang dipelihara dalam satu rumah 46 % terjadi karena pemilik lebih memerhatikan satu anjing dibanding anjing yang lain. 31 % karena simple excitement melihat kedatangan pemilik, 46 % karena makanan, dan 26 % karena menemukan benda yang menarik.
Selanjutnya 41 % terjadinya perkelahian antara sesama anjing, umumnya anjing tersebut sering berpindah-pindah lokasi atau rumah. Tingkat terjadinya perkelahian ketika anjing yang baru diadopsi berumur 12 minggu dan baru dibawa kerumah, memiliki kemungkinan 39 % terjadinya perkelahian, lalu 33 % perkelahian terjadi pada anjing yang dibawa dari penampungan hewan, dan 16 % terjadi pada anjing yang dibeli dari petshop / kennel.

Mengatasi perilaku pertengkaran antara anjing ini, sebenarnya bisa dilakukan dengan sistem nothing is free. Dimana anjing harus melakukan obedience dulu atau beberapa behaviour yang baik, baru mendapatkan reward. Namun beberapa teman mengatakan cara tersebut sudah amat out of date, dan CC / Counter conditioning merupakan cara yang paling jitu untuk melakukan ini. Meskipun saya tidak bilang cara nothing is free itu tidak berhasil, namun cara ini hanya bisa dilakukan secara repititions dan lebih mudah diterapkan pada anjing yang "sehat".
Semakin banyak kita belajar tentang perilaku sosial pada hewan, semakin kita menyadari bahwa hewan berkembang dari konflik sosial, bukan malah membawa mereka semakin menjurus kepada konlfik itu. Perilaku pro sosial seperti kerjasama, sikap yang adil, resiprositas, empati, kepercayaan, hiburan, dan altruisme adalah sebab utama pada anjing untuk mendorong evolusi, bukan dengan sikap pemilik yang mendominasi. Salah satu faktor paling penting dalam mengembangkan kerjasama dan hubungan timbal balik antara pemilik dan anjing adalah melalui suasana bermain. Di mana hewan dapat belajar mana yang baik dan mana yang salah (moral) interaksi sosial, sehingga anjing termotivasi untuk terus bermain lebih lama yang tentunya menghambat insting alami mereka untuk bersikap agresif.

Pustaka.
Arhant, C., Bubna-Littitz, H., Bartels, A., Futschik, A., & Troxler, J. (2010). Behaviour of smaller and larger dogs: Effects of training methods, inconsistency of owner behaviour and level of engagement in activities with the dog. Applied Animal Behaviour Science, 123(3-4), 131–142. doi:10.1016/j.applanim.2010.01.003
Beaver, B. V. (1983). Clinical classification of canine aggression. Applied animal ethology, 10(1), 35–43.
Beaver, B. V. G. (2009). Canine behavior : insights and answers. St. Louis, Mo.: Saunders/Elsevier.
Bernstein, I.S. (1981). Dominance: The baby and the bathwater. J Behav Brain Sci 4:419-57.
Brown, J. L. (1975). The evolution of behavior. New York: Norton.
Choi, D., Kim, K.-H., & Jang, Y. (2011). Agonistic interactions between nymphs of Lycorma delicatula (Hemiptera: Fulgoridae). Journal of Asia-Pacific Entomology, 14(1), 21–25. doi:10.1016/j.aspen.2010.11.010
Darwin, C. R. 1872. The expression of the emotions in man and animals. London: John Murray. 1st edition.
Fatjó, J., Feddersen-Petersen, D., Ruiz de la Torre, J. L., Amat, M., Mets, M., Braus, B., & Manteca, X. (2007). Ambivalent signals during agonistic interactions in a captive wolf pack. Applied Animal Behaviour Science, 105(4), 274–283. doi:10.1016/j.applanim.2006.11.009
Ha, Jim. (2011) Behavioral Genetics. DVD, TawzerDog. Retrieved October 6, 2012, from http://www.tawzerdog.com/product/info/969/Behavioral-Genetics--Jim-Ha-
Houpt, K. A. (2006). Terminology Think Tank: Terminology of aggressive behavior. Journal of Veterinary Behavior: Clinical Applications and Research, 1(1), 39–41. doi:10.1016/j.jveb.2006.04.006
Herron, M. E., Shofer, F. S., & Reisner, I. R. (2009). Survey of the use and outcome of confrontational and non-confrontational training methods in client-owned dogs showing undesired behaviors. Applied Animal Behaviour Science, 117(1-2), 47–54. doi:10.1016/j.applanim.2008.12.011
Hiby, E. F., Rooney, N. J., & Bradshaw, J. W. S. (2004). Dog training methods: their use, effectiveness and interaction with behaviour and welfare. Animal Welfare, 13(1), 63–70.
Hinde, R. A. (1978). Dominance and role—two concepts with dual meanings. Journal of Social and Biological Structures, 1(1), 27–38.
Jensen, P. (2007). The Behavioural Biology of Dogs: (First.). CABI.
Lorenz, K. (1966). On aggression. New York: Harcourt, Brace & World.
McConnell, P. (2002). The Other End of the Leash (1st ed.). Ballantine Books.
McGreevy, P. D., Starling, M., Branson, N. J., Cobb, M. L., & Calnon, D. (2012). An overview of the dog–human dyad and ethograms within it. Journal of Veterinary Behavior: Clinical Applications and Research, 7(2), 103–117. doi:10.1016/j.jveb.2011.06.001
Miklósi, Á. (2008). Dog Behaviour, Evolution, and Cognition. Oxford University Press.
Millan, C., & Peltier, M. J. (2006). Cesar’s Way. New York: Three Rivers Press.
Millan, C., & Peltier, M. J. (2007). Be the pack leader: use Cesar’s way to transform your dog-- and your life. New York: Harmony Books.
Newman J, Westgarth C, Pinchbeck G, Dawson S, Morgan K, & Christley R. (2010). Systematic review of human-directed dog aggression. The Veterinary record, 166(13).
Nyhan, B., & Reifler, J. (2011). Opening the Political Mind. The effects of self-affirmation and graphical information on factual misperceptions. Retrieved from http://www.dartmouth.edu/~nyhan/opening-political-mind
Pierce, J., & Bekoff, M. (2012). Wild Justice Redux: What We Know About Social Justice in Animals and Why It Matters. Social Justice Research, 25(2), 122–139. doi:10.1007/s11211-012-0154-y
Polis, G. A. (1981). The Evolution and Dynamics of Intraspecific Predation. Annual Review of Ecology and Systematics, 12, 225–251.
Ramírez, J. M., & Andreu, J. M. (2006). Aggression, and some related psychological constructs (anger, hostility, and impulsivity) Some comments from a research project. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 30(3), 276–291. doi:10.1016/j.neubiorev.2005.04.015
Reisner, I. R. (1994). Risk factors for behavior-related euthanasia among dominant-aggressive dogs: 110 cases (1989-1992). Journal of the American Veterinary Medical Association, 205(6), 855–63.
Rooney, N. J., & Cowan, S. (2011). Training methods and owner–dog interactions: Links with dog behaviour and learning ability. Applied Animal Behaviour Science, 132(3-4), 169–177. doi:10.1016/j.applanim.2011.03.007
Rosado, B., García-Belenguer, S., León, M., & Palacio, J. (2009). A comprehensive study of dog bites in Spain, 1995–2004. The Veterinary Journal, 179(3), 383–391. doi:10.1016/j.tvjl.2008.02.002
Sacks, J. J., Kresnow, M., & Houston, B. (1996). Dog bites: how big a problem? Injury Prevention, 2(1), 52–54.
Schaller, G. B., & Keane, R. (1972). The Serengeti lion; a study of predator-prey relations. Chicago: University of Chicago Press.
Schilder, M. B., & van der Borg, J. A. (2004). Training dogs with help of the shock collar: short and long term behavioural effects. Applied Animal Behaviour Science, 85(3-4), 319–334. doi:10.1016/j.applanim.2003.10.004
Scott, J. P., & Fuller, J. L. (1965). Genetics and the social behavior of the dog, by John Paul Scott and John L. Fuller. Chicago: Univ. of Chicago Press.
Scott, J. P. (1966). Agonistic behavior of mice and rats: A review. American Zoologist, 6(4), 683–701.
Seligman, M. E. P. (1972). Learned helplessness. Annual review of medicine, 23(1), 407–412.
Sherman, C. K., Reisner, I. R., Taliaferro, L. A., & Houpt, K. A. (1996). Characteristics, treatment, and outcome of 99 cases of aggression between dogs. Applied Animal Behaviour Science, 47(1), 91–108.
Stammerjohan, C., Wood, C. M., Chang, Y., & Thorson, E. (2005). An empirical investigation of the interaction between publicity, advertising, and previous brand attitudes and knowledge. Journal of Advertising, 34(4), 55–67.Stanley Coren Ph.D., F.R.S.C. Interdog household aggression:38 cases (2006–2007). Journal of the American Veterinary Medical Association, 238, 731–740 University of British Colombia
Tavassoli, N. T. (1998). Language in Multimedia: Interaction of Spoken and Written Information. Journal of Consumer Research, 25(1), 26–37.
Wirasmoyo, Yoga (2003). Dog’s World and Psychology, Ethology, Zoology, & Biology. The Brotherhood of Canine, 3, 27, 113, 139, 168, 230, 242, 247-248

Tidak ada komentar:

Posting Komentar